Langsung ke konten utama

Analisis Iklan ( yang melanggar Etika Pariwara Indonesia/ EPI )




IAIN SYEKH NURJATI CIREBON
FAKULATAS USHULUDDIN ADAB DAN DAKWAH
KOMUNIKASI PENYIARAN ISLAM


 
 ANALISIS IKLAN



Gerry Pasta  
“COKLATNYA GAK ABIS-ABIS”
 

Gerry Pasta merupakan salah satu produk dari brand Gerry yang diproduksi oleh Garuda Foods. Gerry Pasta ini memiliki target pasar utama yakni anak – anak usia 3 – 7 tahun. Pada iklan ini ditampilkan satu anak kecil berusia sekitar 4 tahun yang menggunakan kostum harimau yang sedang mencari Gerry Pasta di sekitar dapur, lalu ia menemukan sejumlah batang Gerry Pasta. Setelah itu anak kecil tersebut sedang ingin memakan sebuah roti yang telah diberikan Gerry Pasta, dan ternyata roti yang di lihat olehnya itu merupakan tangan dari ibunya bukan merupakan roti. Pada penutup iklan ada voice over dan copy “Gerry Pasta Coklatnya Gak Abis – Abis” Iklan ini tayang pada stasiun Televisi Nasional dan biasanya saya temukan pada akhir pekan yang dimana para anak – anak memiliki waktu untuk menonton televisi. Pemilihan media massa dan waktu yang dipilih sangat tepat, selain itu iklan televisi menurut saya lebih memberikan dampak pada audiens nya karena di tayangkan secara audio dan visual.

Etika Periklanan yang dilanggar
Etika Pariwara Indonesia Yang Dilanggar Penulisan makalah ini mengacu pada Etika Pariwara Indonesia (EPI) cetakan ketiga yang dikeluarkan oleh Dewan Periklanan Indonesia.  Dengan mengacu pada kitab panduan tersebut, saya menemukan bahwa ada beberapa pelanggaran yang ditemukan pada iklan “Gerry Pasta – Coklatnya ga abis – abis”. Berikut adalah ketentuan yang tercantum pada EPI namun dilanggar :  

Hiperbolisasi (Ketentuan EPI no. 1.13)       
1.13 “Boleh dilakukan sepanjang ia semata – mata dimaksudkan sebagai penarik perhatian atau humor yang secara jelas berlebihan atau tidak masuk akal, sehingga tidak menimbulkan salah presepsi dari khalayak yang disasarnya.”.

Pendapat
Iklan tersebut dinilai tidak etis menurut ketentuan EPI no.1.13 yang tidak memperbolehkan nya penggunaan kata atau menyaangkan yang tidak masuka akal. Contoh nya adalah pada iklan “Gerry Pasta” pada scene terakhir mengatakan “Gerry Pasta Coklatnya Gak abis – abis” kalimat seperti itu terlihat hiperbolis karena pada kenyataannya tidak ada makananan atau apapun yang dikonsumsi secara terus menerus tidak habis.   https://www.academia.edu/6768973/Analisis_Pelanggaran_Etika_Pariwara_Indonesia_Pada_Iklan_Snack_Anak-anak_dan_Efek_Periklanan_Ditinjau_Menurut_Cognitive_Response_Model



Iklan Fren (Nelpon Pake Fren Bayarnya Pake Daun)  
“ETIKA “
 


            Persaingan sengit antara para penyedia layanan kartu selurer tampaknya sudah memasuki suatu demensi baru. Perang tarif dan perang ikon menjadi sesuatu yang lumrah, dan lagi-lagi masyarakat yang menjadi tujuan peperangan tersebut. Fren, salah satu penyedia layanan kartu seluler beberapa waktu lalu mengeluarkan sebuah iklan yang menampilkan seorang wanita hanya mengenakan daun dan ditemani beberapa pria yang juga hanya mengenakan daun.

Etika Periklanan yang dilanggar
Etika Pariwara Indonesia Yang Dilanggar Penulisan makalah ini mengacu pada Etika Pariwara Indonesia (EPI) cetakan ketiga yang dikeluarkan oleh Dewan Periklanan Indonesia.  Dengan mengacu pada kitab panduan tersebut, saya menemukan bahwa ada beberapa pelanggaran yang ditemukan pada iklan “Iklan Fren (Nelpon Pake Fren Bayarnya Pake Daun) “. Berikut adalah ketentuan yang tercantum pada EPI namun dilanggar :   

Pornografi dan Pornoaksi (ketentuan EPI no.1.26)
1.26 Iklan tidak boleh mengeksploitasi erotisme atau seksualitas dengan cara apa pun, dan untuk tujuan atau alasan apa pun.
Perbandingan  Harga (ketentuan EPI no.1.20)
1.20 Hanya dapat dilakukan terhadap efisiensi dan kemanfaatan penggunaan produk, dan harus disertai dengan penjelasan atau penalaran yang memadai.

Pendapat
Iklan tersebut dinilai tidak etis menurut ketentuan EPI no.1.20 dan no.1.26 :
1.      Iklan ini menempatkan seorang wanita muda hanya mengenakan daun, dan ada tiga pria yang juga hanya mengenakan daun di belakangnya. Iklan ini tidak mendidik. Iklan ini jelas termasuk iklan yang mengeksploitasi seksual. Apa salahnya bila wanita dan tiga pria itu mengenakan pakaian yang pantas?
2.      Iklan inih juga yang mempermasalahkan slogan dari Fren, “Nelpon Pake Fren Bayarnya Pake Daun”. Saya berpendapat daun bukan merupakan alat pembayaran yang sah.
****MUHAMMAD FAHRUROZI
****1415302053

Komentar